Efektivitas Kerja

Mempermasalahkan hal-hal kecil dan tidak prinsip berpotensi menimbulkan konflik yang tidak perlu. Bila sudah terjadi konflik, maka energi kita akan terkuras, sehingga tugas utama kita terbengkalai.

Setiap orang memiliki jatah waktu 24 jam sehari semalam. Walau demikian, hasil yang didapat berbeda-beda. Ada yang mendapat seratus, dua ratus, sepuluh, duapuluh, bahkan ada yang tidak mendapat hasil sama sekali.

Apa yang mengakibatkan timbulnya perbedaan tersebut? Kuncinya adalah “efektivitas kerja”. Ada orang yang benar-benar efektif dalam hidup, sehingga hasil yang didapat sesuai dengan waktu, tenaga dan pikiran yang dikorbankan. Namun, ada pula orang yang tidak efektif dalam hidupnya, sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan energi yang dikeluarkan.

Setidaknya ada delapan hal yang berpotensi menghambat efektivitas kerja (amal). Pertama, tidak memiliki tujuan jelas dan target terukur. Tanpa tujuan dan target terukur, semua yang kita lakukan menjadi tidak fokus. Inilah yang kemudian waktu dan energi menjadi tidak efektif. Sayangnya, kita seringkali bekerja tanpa tahu untuk apa kita bekerja. Kita pun shalat, namun seringkali tidak tahu untuk apa kita shalat. Dengan memiliki tujuan jelas, setiap langkah kita niscaya akan lebih bermakna.

Kedua, tidak memiliki rencana detail. Setelah miliki tujuan jelas serta target yang terukur, kita pun dituntut memiliki rencana detail. Rencana detail layaknya peta yang akan memandu setiap langkah, sehingga waktu yang kita miliki benar-benar efektif. Tanpa adanya peta, lagi-lagi kita akan terjebak pada penghamburan waktu dan energi.

Ketiga, tidak teratur dalam hidup. Ketidakteraturan ini biasanya akan mendatangkan banyak masalah. Tidak teratur makan misalnya, akan mengundang penyakit. Demikian pula tidak teratur dalam bekerja, berolahraga, belajar, dan sebagainya.

Keempat, komunikasi yang tidak baik. Tujuh puluh persen aktivitas hidup kita diisi dengan komunikasi. Maka, siapa pun yang ingin efektif dalam hidupnya, ia harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Banyak masalah yang lahir dari tidak nyambungnya komunikasi. Masalah sepele saja bisa menghancurkan rumahtangga bila suami dan istri tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Demikian pula di kantor, di pasar, di sekolah dan di mana pun.

Satu penyebab gagalnya komunikasi adalah kuatnya dugaan/prasangka dan tidak lengkapnya informasi yang kita terima tentang sesuatu. Maka pastikan, komunikasi kita memenuhi unsur TENSOFALES, yaitu penyampaiannya Tenang, Sopan, Fasih, Apik, Lembut dan Secukupnya. Sedangkan isinya harus BMT, yaitu Benar, Manfaat dan Tak Menyakiti.

Kelima, konflik yang tidak perlu. Saudaraku, mempermasalahkan hal-hal kecil dan tidak prinsip berpotensi menimbulkan konflik yang tidak perlu. Bila sudah terjadi konflik, maka energi kita akan terkuras, sehingga tugas utama kita terbengkalai.

Saat suami istri terlibat konflik misalnya, maka fungsi-fungsi di rumahtangga akan terbengkalai, anak kehilangan kasih sayang dan keberkahan hidup akan hilang. Karena itu, saat terjadi singgungan dalam kondisi apapun, yang kita kedepankan bukan ego dan nafsu, namun Semangat 3S, yaitu semangat bersaudara, semangat solusi dan semangat sukses bersama.

Keenam, bersikap emosional. Selain menggangu suasana, sikap emosional akan menghambat efektivitas kerja. Orang emosional pun cenderung membesar-besarkan masalah, pendendam, dan menuntut. Bila sudah demikian, waktu-waktu produktif kita akan yang terbuang percuma Karena itu, mustahil sebuah pekerjaan akan berkualitas, bila dilakukan dalam keadaan emosional.

Ketujuh, menunda-nunda pekerja. Setiap waktu memiliki haknya sendiri-sendiri. Saat kita menunda sebuah pekerjaan, maka pada saat bersamaan kita telah mengambil hak sepenggalan waktu. Dan ini menjadi awal datangnya masalah baru. Saudaraku, setiap detik yang kita lalui adalah rangkaian keputusan. Maka pilihlah keputusan terbaik. Salah satunya dengan tidak menunda-nunda. Wallaahu a’lam.

Tinggalkan komentar